Jumat, 26 Maret 2010

Mahasiswa Univ. City Minta Kedubes Lobi Kampus

Tidak diperbolehkan lagi menggunakan sebuah ruangan di kampus untuk shalat, mahasiswa meminta kedubes turun tangan

Hidayatullah.com--Mahasiswa muslim meminta kedutaan-kedutaan besar mereka melobi Universitas City, Inggris, agar menghentikan larangan penggunaan ruangan shalat mereka.

Universitas City, yang memiliki mahasiswa dari berbagai negara muslim seperti Banglades, Iran, dan Pakistan, menggembok sebuah ruangan di Jalan Whiskin yang biasa dipakai shalat dengan alasan keamanan, setelah enam orang mahasiswa muslim diserang pada November silam.

Ratusan pria anggota Islamic Society (ISoc) berkumpul dua kali sehari di Lapangan Northampton untuk melaksanakan shalat sekaligus protes. Hampir 400 mahasiswa mengikuti khutbah dan shalat Jumat yang juga dilakukan di lapangan itu.

Dalam situs organisasi mereka, para mahasiswa menyatakan, "Kami muslim masih terdampar entah di mana, tanpa ada keputusan tempat untuk shalat, dan sepertinya pihak universitas tidak ingin mengubah pendirian mereka."

Mengutip media setempat, Saleh Patel, Presiden ISoc berkata, "Kami sudah berupaya untuk melakukan dialog, tapi mereka selalu bilang sibuk. Kami harap mereka akan mendengar para mahasiswa internasional. Kami meminta para mahasiswa untuk mengontak kedutaan besar mereka. Kami juga ingin agar orangtua mahasiswa menelepon pihak universitas. Kami harap masalah ini bisa selesai dengan dialog, jika mereka mengizinkan kami untuk bicara."

Patel mengatakan, mereka sekarang ini tidak mengambil tindakan hukum, tapi dalam situsnya mereka menegaskan, "Mungkin kita perlu mengambil langkah lebih jauh, jika pihak universitas tidak mau memenuhi kebutuhan para mahasiswa Muslim."
[di/isln/www.hidayatullah.com]


Rokok: Beracun, Tapi Enggan Mengharamkan?


Jika ribuan karya peneliti itu tetap ditolak demi melestarikan perbedaan pendapat kuno tersebut, berarti tak ubahnya bersikap lebih percaya pada kejahilan diri sendiri dari pada pengetahuan orang lain.


Oleh: Abdul Kholiq, Lc*

Apa pendapat Anda jika ada ulama menfatwakan halal susu bermelamin atau biskuit beracun, selama tak terasa sakit? Pasti, semua orang akan mengecam!

Kasus sepadan dengan itu sebenarnya sedang terjadi. Ketika Majelis Ulama Indonesia (MUI) berencana menyampaikan fatwa tentang rokok, segenap tokoh menentang rencana itu. Bahkan para petani tembakau di Jember, Jawa Timur, berdemonstrasi menentang rencana fatwa MUI tersebut.

Sepanjang penelusuran penulis, ada tiga pendapat menyangkut hukum rokok. Pertama, haram; kedua, makruh; dan ketiga, mubah. (Baca di al-Mausu'ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah : I/3522)

Kelompok yang membolehkan (mubah), mereka mendasarkan pada kaidah fikih bahwa asal segala sesuatu adalah boleh, kecuali ada bukti yang mengharamkannya. Penyebab haram barang konsumsi ada dua hal, yaitu memabukkan dan membahayakan kesehatan. Sayyid Sabiq menambahkan tiga hal lagi, yaitu najis, terkena najis, dan masih berstatus milik orang lain. (Fiqh al-Sunah: III/267).

Menurut mereka, semua hal itu tak terbukti pada rokok, sehingga hukumnya tetap halal. Andai pun ada yang terkena dampak negatif, maka yang demikian bersifat relatif. Jangankan rokok, madu pun yang secara nash dikatakan mengobati, dapat pula berdampak negatif kepada sebagian orang. Pendapat ini didukung beberapa ulama lintas madzhab, di antaranya Abd al-Ghani al-Nabulisi al-Hanafi (1062 H) yang terkenal dengan karangannya "al-Shulh Bain al-Ikhwan Fi Ibahat Syurb al-Dukhan".

Yang juga termasuk mendukung pendapat ini adalah al-Syaikh Ali Ibn Muhamad Ibn Abd al-Rahman al-Ajhuri (1066 H) dari madzhab Maliki (Ghayat al-Bayan li Hilli Syurb Ma La Yughayyib al-'Aql Min al-Dukhan). Begitu pula Ibn 'Abidin (1252 H) dan al-Hamawi

Sedangkan dari madzhab Syafi'i ada al-Hifni, al-Halabi dan al-Syubramilisi. Ditambah lagi dari kalangan ulama Hanbali, yaitu al-Syaukani dan al-Karami.

Kelompok yang memakruhkan adalah Ibn 'Abidin (yunior) al-Hanafi yang wafat pada tahun 1306 H, Yusuf al-Shaftiy al-Maliki (abad XII), al-Syarwani al-Syafi'I, dan al-Bahuti al-Hanbali (1121 H).

Dasar pendapat mereka adalah; Pertama, yang jelas asap rokok itu menimbulkan bau tak sedap. Kedua, dalil ulama yang mengharamkan itu belum valid, alias belum dapat dipercaya secara penuh, hingga hanya sebatas menimbulkan keraguan (syak).

Ulama yang berpendapat haram antara lain: Zakariya al-Anshari al-Syafi'i, Abu al-Ikhlash Hasan Ibn 'Ammar al-Syaranbilali al-Hanafi (1069 H), Salim al-Sanhuri al-Maliki, Najm al-Din al-Ghazi al-Syafi'i, Ahmad Ibn Ahmad Ibn Salamah al-Qalyubi al-Syafi'i (1070 H), dan Shalih Ibn al-Hasan al-Bahuti al-Hanbali (1121 H).

Ulama Sejati

Semua ulama sepakat dan tak satu pun menolak bahwa keharaman barang konsumsi tergantung kepada keberadaan salah satu atau lebih dari lima faktor. Yaitu memabukkan (muskir), membahayakan kesehatan (mudhirr), najis, terkena najis (mutanajjis), dan masih berstatus milik orang lain (milk al-ghair).

Bila dikaji dengan seksama tentang alasan kedua pendapat pertama di atas --baik yang membolehkan dan memakruhkan-- dapat dikatakan wajar bila keduanya menolak atau kurang percaya terhadap validitas argumen pendapat ketiga. Hal itu dapat dipahami, sebab kendala utamanya terletak pada metode pembuktian dampak tersebut. Maklum, saat itu belum ada standar penelitian ilmiah yang disepakati, apalagi yang bersifat medis. Akhirnya, argumentasi bahwa rokok mengandung madharat dapat dengan mudah ditepis oleh orang yang tidak mempercayai, baik berdasar pengalaman pribadi maupun orang lain yang tidak tampak terkena dampak negatif rokok.

Untuk mengurai masalah ini, hendaknya dikembalikan kepada petunjuk Allah Subhanahu wa Ta’ala (SWT). Sebagaimana diketahui, Allah SWT memerintahkan kita untuk bertanya setiap hal kepada orang yang berkompeten (Al-Nahl [16]: 43).

Dalam masalah rokok, ada dua masalah yang memerlukan dua ahli yang berbeda. Pertama, terkait dengan materi dan zat yang terkandung di dalamnya, serta dampaknya terhadap kesehatan manusia. Untuk yang ini, adalah wilayah ahli kesehatan, dokter dan paramedis. Kedua, terkait hukum syar'i dan ini bidangnya ahli fikih. Nah, hukum rokok tergantung pada hasil studi para ahli kesehatan tersebut.

Di era milenium ketiga ini, menunjukkan hasil penelitian dan efek buruk rokok jauh lebih mudah dan tak terbilang jumlahnya. Ketua Komnas Pengendalian Tembakau Prof. F. A. Moeloek menjelaskan, pada 2005 ada 70.000 artikel ilmiah di dunia yang menegaskan tentang bahaya rokok, baik dari segi kandungan materialnya maupun dampak riil yang telah terjadi akibat rokok. ( http://www.depkes.go.id. 3 Juni 2008).

Jika ribuan karya peneliti itu tetap ditolak demi melestarikan perbedaan pendapat kuno tersebut, berarti tak ubahnya bersikap lebih percaya pada kejahilan diri sendiri dari pada pengetahuan orang lain.

Ulama sejati, harusnya bergembira menyambut hasil temuan seperti itu. Setidaknya, itu menjadikan bukti dan dapat menguak misteri bahaya rokok yang diperdebatkan ahli fikih sejak lima abad lampau. Dengan demikian, penerapan dalil "Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan" (Al-Baqarah [2]: 195) dapat dengan mantap diterapkan.

Kaidah fikih "La Dharara Wala ‘‘ (tidak boleh menimpakan bahaya pada diri sendiri maupun orang lain)" tak terbantahkan lagi masuk dalam hukum rokok ini, sehingga hasilnya adalah haram.

Antara Hukum dan Ekonomi

Adapula ulama yang kurang setuju pemfatwaan haram dalam kasus rokok adalah karena alasan ekonomi. Jika rokok dilarang, kata mereka, jutaan petani tembakau akan merugi.

Lantas apa hubungannya antara ekonomi dengan fatwa haram? Apakah karena pertimbangan sosial-ekonomis hukum harus diubah? Lagi pula, kapan umat mengetahui hukum yang sebenarnya (termasuk kasus rokok) hingga mereka meninggalkannya atas dorongan iman, bukan karena paksaan undang-undang? Padahal halal atau haram adalah urusan agama.

Pertama, hukum adalah hukum dan tetap dapat disosialisasikan. Masalah meninggalkan --utamanya bagi pekerja dan pemilik pabrik-- itu bisa berproses, sesuai dengan tingkat kedaruratan dan keimanan masing-masing. Pentahapan pemberitahuan hukum pada masa Nabi Shallallahu รข’laihi wa sallam (SAW) --untuk khamr misalnya-- tidak dapat disamakan dengan kasus rokok saat ini. Di mana ketika itu pemberitahuan secara langsung akan keharaman khamr kepada masyarakat yang mayoritas suka khamr, akan berhadapan dengan ancaman yang lebih besar, berupa meninggalkan agama dan akidah baru mereka yaitu Islam.

Kedua, hukum mengenai keharaman barang konsumsi adalah mutlak tergantung ada atau tidaknya salah satu atau lebih dari lima faktor pengharam di atas. Tak ada sangkut pautnya dengan fenomena sosial. Bila tidak, benarlah bila dikatakan banyak orang: "Walaupun rokok itu beracun menurut ahli kesehatan sedunia, tapi jangan dulu dihukumi haram! "

Penulis berharap ada kebeningan hati dan obyektivitas dari para ulama dalam menilai kebenaran. Serta keberanian untuk menyampaikannya. Dengan demikian umat dapat terbimbing memahami sekaligus melaksankan agamanya dengan baik. Selamat tinggal rokok, marhaban ya waratsat al-anbiya'!


*Dosen STAIL Hidayatullah Surabaya


Rabu, 24 Maret 2010

Lukisan Tentang Yesus Tidak Sesuai Fakta


VIVAnews - Suatu tim peneliti di Amerika Serikat (AS) mengungkapkan penemuan yang menggemparkan terkait puluhan lukisan bertema suatu peristiwa sakral bagi umat Kristiani.

Peristiwa yang dimaksud adalah "Perjamuan Akhir," yang digambarkan dalam puluhan lukisan, yang dibuat dalam kurun waktu 1.000 tahun.

Menurut tim peneliti, para pelukis - termasuk seniman legendaris Leonardo Da Vinci - ternyata melakukan kesalahan yang sama dalam melukis suasana perjamuan antara Yesus Kristus dan para murid sebelum dia disalib.

Kesalahannya, para pelukis tampaknya memperbesar ukuran makanan dan piring dari ukuran yang sebenarnya kendati karya-karya mereka dibuat dalam kurun waktu yang berbeda.

Penemuan atas kesalahan berjama'ah para pelukis "Perjamuan Akhir" itu dipublikasikan dalam artikel di sebuah jurnal medis International Journal of Obesity, yang diterbitkan Selasa, 23 Maret 2010, atau beberapa hari sebelum peringatan Jumat Agung dan Hari Paskah.

Memanfaatkan teknologi komputer, para peneliti membandingkan ukuran makanan dengan ukuran kepala dalam 52 lukisan Perjamuan Akhir. "Kalau seni merupakan imitasi kehidupan, kita berarti dalam masalah," kata para peneliti menyimpulkan.

Berdasarkan puluhan lukisan yang dibuat antara tahun 1000 hingga 2000, ukuran hidangan utama bertambah 69 persen; ukuran piring 66 persen; ukuran roti bertambah 23 persen.

"Penambahan ukuran termasuk dalam fenomena modern, tetapi apa yang kita lihat belakangan ini mungkin hanya bagian paling mencolok dari tren yang telah berlangsung sangat lama," kata Brian Wansink, ilmuwan mengenai makanan dari Cornell University.

Studi ini merupakan ide Wansink. Untuk dikaitkan dengan konteks Alkitab, dia mendapat bantuan dari saudaranya, Craig Wansink, profesor studi religi Virginia Wesleyan College.

Menurut Alkitab, Perjamuan Terakhir terjadi pada malam sebelum Jumat Agung, atau hari ketika Yesus disalib. Namun tidak dijelaskan secara spesifik makanan dan minuman yang disajikan selain roti dan anggur.

"Tidak ada hal lain disebutkan. Mereka tidak mengatakan apakah roti itu adalah kue buah atau kue wortel, meski makanan lain seperti ikan, belut, domba, bahkan babi muncul dalam lukisan-lukisan itu selama bertahun-tahun," kata Brian Wansink. Detail mengenai studi ini akan diterbitkan dalam International Journal of Obesity untuk edisi April.

Sebagai bahan studi, dia menggunakan lukisan yang ditampilkan dalam buku "Last Supper" terbitan tahun 2000 oleh Phaidon Press. Mereka menampilkan lukisan yang mungkin merupakan lukisan paling populer mengenai perjamuan terakhir dari Leonardo da Vinci. Teknologi komputer memungkinkan peneliti melakukan scan, rotasi, dan mengkalkulasi gambar tanpa mempedulikan orientasi dalam lukisan.

"Studi ini bukan merupakan ilmu pengetahuan yang sangat berarti," kata Martin Binks, psikolog kesehatan perilaku dan konsultan dari Duke University Medical Center. "Kita sudah punya contoh nyata dalam kehidupan mengenai meningkatnya ukuran makanan, yang perlu dilakukan hanyalah melihat makanan apa yang dijual di restoran cepat saji," tambahnya. (Associated Press)


Selasa, 23 Maret 2010

Pemerintah Inggris Mengusir Diplomat Israel


Pemerintah Inggris akan mengusir seorang diplomat Israel akibat penggunaan 12 paspor palsu Inggris terkait dengan pembunuhan Ketua Hamas Mahmoud al-Mabhouh di Dubai.

Menteri Luar Negeri Inggris David Milliband mengatakan kepada parlemen bahwa ada "alasan kuat" untuk meyakini bahwa Israel bertanggungjawab atas "penyalahgunaan" paspor itu.

"Pemerintah menganggap masalah ini sangat serius. Penyalahgunaan paspor Inggris seperti itu tidak bisa diterima," ujar David Milliband dikutip BBCNews.

Meski Israel mengatakan tidak ada bukti pihaknya berada di balik pembunuhan yang terjadi pada bulan Januari di Dubai itu, Milliband mengatakan "sangat mungkin" dinas rahasia Israel Mossad terlibat dan fakta bahwa Israel merupakan sekutu dekat Inggris menambah "rasa sakit hati".

Pesan keras

"Karena ini adalah operasi yang sangat canggih, dimana pemalsuan berkualitas tinggi dilakukan, pemerintah menilai sangat mungkin bahwa pemalsuan itu dilakukan oleh satu dinas rahasia negara," ujarnya.

"Kami menyimpulkan bahwa ada alasan kuat untuk meyakini bahwa Israel bertanggungjawab atas penyalahgunaan paspor Inggris," tambahnya.
BBC mengatakan, pengusiran itu merupakan pesan "yang sangat jelas" akan keberatan Inggris.

"Ini merupakan langkah besar dari pemerintah Inggris untuk mengusir diplomat negara sekutu pentingnya," ujar Jeremy Bowen Editor BBC Timur Tengah.

Pemerintah Inggris tidak menuduh Israel melakukan pembunuhan itu, meski sebelumnya Milliband menuntut kerjasama penuh dalam penyelidikan bagaimana paspor itu didapat.

Pernyataan menteri luar negeri ini dibuat berdasarkan laporan Badan Kejahatan Serius Inggris, SOCA, yang berhasil menemukan bukti paspor itu dipalsukan.

Petugas Soca berkunjung ke Israel untuk berbicara dengan pemilik paspor palsu dengan foto orang lain tersebut.

Juru bicara kelompok Palestina berhaluan Islam, Hamas menyambut keputusan Inggris untuk mengusir diplomat Israel, namun menginginkan langkah mencari pelaku pembunuhan dari masyarakat internasional ditingkatkan.

Mantan ketua partai Liberal Demokrat Inggris, Menzies Campbell, mengatakan jika diplomatnya diusir, Israel pasti "ikut berperan" dalam masalah itu, atau menolak bekerja sama dengan SOCA.

Dia dikutip Radio 4 BBC mengatakan: "Ini memang sangat serius...tidak ada pelanggaran lebih keras atas kepercayaan sekutu daripada menyalahgunakan paspor negara sekutu."

Disengat listrik

Kantor perdana menteri Inggris membenarkan bahwa kepala dinas diplomatik Inggris, Peter Ricketts, telah bertemu dengan Duta Besar Israel untuk Inggris pada hari Senin.

Bulan lalu Milliband menggambarkan penggunaan paspor palsu Inggris itu sebagai "keterlaluan" dan bertekad akan melakukan penyelidikan "hingga ke akar-akarnya" atas masalah itu.

Ke 12 paspor palsu Inggris ini diyakini digunakan dalam aksi pembunuhan Mabhouh -pendiri sayap militer Hamas- di kamar hotelnya di Dubai tanggal 19 Januari.

Identitas di paspor Inggris yang digunakan oleh delapan dari 12 tersangka itu milik warga Inggris dan Israel yang tinggal di Israel. Semua menyangkal terlibat.

Polisi Dubai mempergunakan rekaman kamera keamanan untuk mengidentifikasi 27 tersangka anggota tim yang menemukan dan membunuh Mabhouh.
Para pejabat Dubai menegaskan "99% yakin" bahwa agen rahasia Mossad berada dibalik aksi pembunuhan itu, namun Israel menegaskan tidak ada bukti agen negaranya terlibat.

Keluarga Mabhouh mengatakan dokter yang memeriksa mayatnya menyatakan dia tewas setelah terkena sengatan listrik berkekuatan tinggi di bagian kepala. Para dokter juga menemukan bukti bahwa dia dicekik.

Sampel darah yang dikirim ke satu laboratorium Prancis membenarkan bahwa dia tewas akibat sengatan listrik.

Kepolisian Dubai juga mengatakan, para agen lain yang terlibat pembunuhan menggunakan paspor palsu Irlandia, Prancis dan Australia.

Sebelumnya, tahun 1988 Inggris mengusir diplomat Israel Arie Regev dalam kasus perselisihan mata-mata. Menurut sumber-sumber pemerintah Inggris dia adalah agen Mossad.

[bbc/cha/www.hidayatullah.com]



Senin, 22 Maret 2010

Besok, Masjid Al Aqsa Mungkin Dikuasai Zionis


Tak mustahil besok Masjid Al Aqsa Palestina akan dikuasai oleh gerombolan penjajah Yahudi Israel. Jika umat Islam hanya tidur, tak mau peduli, dan tidak lagi punya solidaritas terhadap tindakan represif yang dialami umat Islam di Palestina, maka hal itu bisa benar-benar terjadi.

Kekhawatiran tersebut diungkapkan oleh Ketua Komite Indonesia untuk Solidaritas Palestina (KISPA) Ustadz Ferry Nur, S.Si. Diungkapkan Ferry, Al-Aqsa saat ini semakin mendekat dengan batas kekuasaan Yahudi. Hal ini tak lain merupakan strategi penjajah untuk melakukan peletakan Sinagog di Masjid Al Aqsa. Perluasan kekuasan Yahudi terus melebar kian hari.

Selain membidik Al Aqsa, berbarengan dengan itu Yahudi Israel juga telah melakukan penghancuran masjid-masjid bersejarah di Palestina.

"Saat ini mereka mulai merangsek ke masjid Salman Al Farisi untuk dihancurkan," jelas Ferry kepada Hidayatullah.com, Senin (22/03).

Tidak itu saja, semenjak tahun 1948, sudah sekian puluh masjid dihancurkan dan kemudian dijadikan Zionis Israel sebagai kandang kambing.

Dengan fakta-fakta itu, keadaan Al Aqsa pun berada dalam kondisi serupa, yang bisa saja diluluhlantakkan setiap waktu.

Sehingga, tegas Ferry, jika umat Islam tidak mau terlibat memberikan dukungan perlawanan terhadap pendudukan represif Zionis Yahudi di negeri para Nabi tersebut, bisa jadi besok Al-Aqsa menjadi kandang kambing seperti nasib masjid yang lain.

"Melihat kondisi umat Islam di Gaza saja, seharusnya sudah menghentak hati nurani kita. Mereka manusia, mereka saudara kita, mana solidaritas kita sebagai sesame?" imbuhnya dengan nada prihatin.

Ferry pun mengaku prihatin dengan adanya suara sinis dari segelintir orang di Indonesia yang kerap menyuarakan hal tidak baik tentang Palestina. Terutama ungkapan yang menyatakan, kenapa harus membantu Palestina, sedangkan di negara sendiri saja musibah tak tak kunjung henti.

Padahal, jelas Ferry, Palestina adalah negara yang paling gigih memberikan dukungan kepada Indonesia tempo dulu agar lepas dari kungkungan penjajahan kolonial. Untuk itu, mestinya Indonesia sangatlah berhutang budi kepada Palestina atas tercapainya kemerdekaan Indonesia.

Dia memaparkan, pada tahun 1944 jauh sebelum Indonesia merdeka, Mufti Palestina Syekh Muhammad Amin Al-Husaini, telah dengan secara terang-terangan menyampaikan pernyataan dukungan terhadap kedaulatan Indonesia sebagai negara yang merdeka. Padahal ketika itu, tidak ada satu negara dan pemimpin dunia yang berani memberi dukungan secara tegas dan terbuka terhadap kemerdekaan bangsa Indonesia.

Sejarah tersebut tercatat di dalam buku M. Zein Hassan Lc. Lt. berjudul Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri, Penerbit Bulan Bintang Jakarta, 1980, hal. 40.

"Jadi sesungguhnya kita sangat berhutang budi pada Palestina," tukas Ferry.

Soal bencana memang seolah tak bisa lekang dari negeri Indonesia. Namun itu dinilai Ferry karena masyarakat Indonesia sendiri yang terlalu egois, tidak mau peduli, dan mengabaikan penderitaan saudaranya.

"Kenapa banyak bencana, ya menurut saya mungkin karena kita terlalu egois, tak mau peduli dengan masyarakat Palestina yang pernah membela kita," pungkas Ferry, yang juga seorang da'i keliling nusantara ini. [ain/www.hidayatullah.com]

Dukung bantuan kemanunisaan Palestina melalui hidayatullah.com atau kafilah Viva Palestina Indonesia
sumber : Hidayatullah.com

Minggu, 21 Maret 2010

Obama, Tamu Atau Agresor?!


Rencana kedatangan Obama pekan depan semakin memicu kontroversi di berbagai kalangan. Sebagian kalangan menilai Obama sebagai pemimpin AS yang tak lebih baik dibanding Bush. Di lain pihak, sebagian masyarakat lain mengelu-elukan Obama karena euforia kedekatan Obama dengan Indonesia, apalagi status pernah menjadi 'anak Menteng'.

Hal inilah yang menjadi pokok bahasan berbagai forum diskusi untuk membahas pro-kontra kedatangan Obama, termasuk FKSK 55 (Forum Kajian Sosial Kemasyarakatan) yang diselenggarakan oleh Forum Umat Islam, Kamis (18/3).

Hadir dalam acara tersebut, Jery D Gray, seorang mantan pilot Amerika yang kini bermukim di Indonesia. Pembicara kedua Abu Luqman, seorang ulama sekaligus aktivis Islam Inggris. Ramadhan Pohan dari Partai Demokrat dan Al-Khaththath adalah pembicara ketiga dan keempat dalam diskusi yang digelar di Gedung Joang 45 Jakarta itu.

Menurut Jery D Gray, umat Islam khususnya di Indonesia jangan pernah tertipu dengan penampilan Obama dan Amerika yang sepertinya akan memberikan solusi terhadap problematika di Indonesia, terutama ekonomi.

“Harus dipahami bahwa apa yang akan diambil dari Amerika selalu jauh lebih banyak dari apa yang akan mereka tawarkan,” ujar warga muslim Amerika yang sudah 25 tahun bermukim di Indonesia ini.

“Dan karena itulah, saya merasa jijik untuk tinggal di negeri saya sendiri,” tambah Jery dengan bahasa Indonesia yang cukup fasih.

Abu Luqman, aktivis muslim Inggris, menyatakan bahwa kita (umat Islam termasuk masyarakat Indonesia, red) tidak memerlukan Obama dan dana-dana yang mengucur dari AS. “Yang kita perlukan adalah tegaknya syariah di muka bumi ini,” ujar Abu Luqman yang didampingi oleh seorang penterjemah.

Menurut aktivis yang mengenakan gamis putih ini, tidak patut bagi seorang muslim berakrab-akrab dengan kelompok yang jelas-jelas menyatakan perang dengan negara-negara muslim, seperti di Irak, Palestina, Afghanistan, dan bumi muslim lain.

“Yakinlah oleh kalian, bahwa jika kita konsisten membela agama Allah, maka Allah akan membela kita,” ucap Abu Luqman dengan penuh semangat.

Selain Abu Luqman, hadir pula Ramadhan Pohan (DPP Partai Demokrat). Dalam pernyataannya, Ramadhan menyarankan agar masyarakat Indonesia sebaiknya menerima Obama sebagaimana layaknya seorang tamu dan kepala negara dari negara lain yang patut dihormati.

Menurut Pohan, justru kedatangan Obama bisa menjadi peluang untuk diadakannya dialog langsung dengan orang nomor satu di AS ini, terutama yang berkaitan dengan masalah Palestina.

“Persoalan Palestina menjadi salah satu isu sentral yang akan dibahas dalam pertemuan antara SBY dan Obama nanti. Kita juga ingin agar AS membantu pembebasan Palestina dari segala bentuk penjajahan,” ujar anggota DPR yang mantan wartawan ini.

“Kalau kita tidak menerima Obama, akan jadi headline buruk di mata media asing,” tambah Ramadhan Pohan yang hadir berbalut busana batik coklat.

Sementara itu, Al-Khattath, Sekjen FUI (Forum Umat Islam), menyitir Qs. Mumtahanah ayat 9 sebagai sikap yang seharusnya diambil oleh masyarakat Indonesia, bahwa tidak layak seorang muslim berteman dengan orang yang memerangi kaum muslimin.

“Ini bukan soal menerima atau menolak Obama, tapi bagaimana akhlak kita dalam berkawan dengan orang seperti Obama. Presiden (SBY) kan punya majelis dzikir, harusnya beliau lebih tahu bagaimana mengamalkan ayat tersebut,” ujar Al-Khattath yang disambut ramai oleh para peserta diskusi. Mnh/ind
Sumber : eramuslim.com

Senin, 08 Maret 2010

Pilu Saudaraku

Ya Robbi.

Ketika desing peluru Kau gantikan dengan gemuruh badai berpacu
Ketika wajah-wajah garang Kau gantikan dengan kekalutan yang meradang
Ketika luka lama Kau gantikan dengan duka nestapa
Ketika secungkil kiamat Kau sematkan di Serambi Mekkah

Saat layar kaca menyajikan kepiluan
Saat surat kabar menghidangkan kepedihan
Saat tak ada yang kuasa menampik kemahakuasaanMu
Saat kami merasa diri ini tiada arti dihadapanMu

Ya Robbi.

Pantaskah saat ini hamba bertanya
Apakah Engkau sedang menumpahkan murka
Ataukah Kau sedang menyemaikan benih cinta

Murka karena tikai tak kunjung reda
Ataukah cinta karena sejatinya kami adalah saudara
Murka karena nafsu saling keras kepala
Ataukah cinta karena kesedihan yang sama dirasa

Ya Robbi.

Bilakah tak ada lagi tatap mata penuh curiga
Tak ada lagi saling sapa dengan moncong senjata
Cukup kiranya putra bangsa mati sia-sia

Wahai saudaraku di penghujung nusa dan di seluruh pelosok negri
Mari jalin jemari merajut kasih
Sungguh teramat mahal kisah yang telah kita warisi
Jangan pandirkan diri dengan apa yang telah terjadi

Afiat Hidayatullah
Kerlip cursor di tepian 2004


Rabu, 03 Maret 2010

Bunda Jangan Pulang...

Pagi itu kami temui bocah bocah di SD Min Lhoong. untuk mengucap selamat jalan. Lalu kami minta mereka berSelawat, dua, tiga kali lalu berTakbir dan berfoto disekolah darurat mereka, didepan tenda tenda pengungsi, berwarna biru dan putih.

'Bunda jangan pulang, bunda janji kembali lagi ya', mereka melepas kami, merengkuh tangan kami lalu disentuhkan kekening mereka, tanda takzim. Lalu mereka berjanji untuk giat belajar, tidak akan nakal, santun dan menggosok giginya sebelum tidur.

Wajah wajah hanief dan sholeh menyembul dibalik lilitan jilbab berenda. Yang putih bermata hijau konon ada percikan darah Purtugis, yang kelam turunan Tamil, beberapa nampak seperti Yamani atau Pakistan dan India atau yang murni, tentu Melayu, lembut dan santun. Itulah anak anak Aceh.


***


Dengan berat hati dan perasaan nekad, kami tinggalkan Lhoong kami harus ke Banda Aceh, sore itu juga, malam itu juga.

Kami berharap ada helikopter berkenan menerbangkan kami ke Banda. Yang pertama adalah tentara Jerman yang salah mendarat, salah lokasi dikira Lokhsmawe...ternyata Lhoong.Kami tak terangkut.Kami sabar.

Banyak Heli menderu, lalu lalang tapi mereka cuma lewat. Tiba tiba heli lain nampak rendah..oh bahkan dia turun menukik, membuat hati berbunga penuh harap. Heli bermotif belang loreng hijau coklat seragam Tentara. Saat mendarat kami yang duduk terpental pental oleh kencangnya putaran baling baling dan kincir. Nampak wajah kuning bermata sipit turun membongkok menurunkan puluhan doos berisi panci dan kuali aluminium, tentu buat pengungsi. Ditimbun dan disusun.

Kami dekati...mereka tentara Jepang atau Nipon. Ada bulatan merah, bendera mini Jepang dilengannya. Merekapun berseragam tentara, loreng hijau coklat dan hitam.

Sang kincir terhenti, pengungsi mengunjal dan mengangkutnya ke gudang Lalu kamipun mencoba meminta kalau kalau bisa angkut kami ke Banda. 'No' sambil geleng geleng kepala.Kami ditolak lagi. Aku sebel dan kecewa.

Sang co-pilot sibuk mengeker sana sini, jepret sana dan sini. Mungkin terperangah penuh pesona dengan cantiknya bukit bukit Lhoong Dibanding dengan negerinya yang super sempit dan klastrofobia.


***


Ke kedai kopi...

Sambil bingung penuh harap kami duduk kembali dikedai kopi. 'Ibu..minta kopi dua ya' pintaku. 'tubruk atau saring? tanya si ibu. 'Saring bu...' kataku. Sang ibu menyiduk sang bubuk ke kuali kecil lalu disiram, direbus dan disaring berkali kali, baru dituang ke gelas.

Aneh. Kali ini aku tak bisa menikmati kopi Aceh yang masyhur sedap. Benakku gusar ingin balik ke Bandara sore itu dan harus malam itu.

'Teteh jangan pulang malam ini, ombak tinggi, anginnya kencang. lewat darat sama bahaya, lewat bukit dan gunung, nanti tinggal nama'. Aku tetap menggeleng kepala dan meyakinkan tidak apa apa.

Bang Nash, adik pak Camat terpaksa mencari sopir spit untuk mengayuh sang perahu ke Bandara sore itu.Kamipun beranjak ke kepelabuhan...

Menyeberang ...

Baju pelampung warna oranye terang kami kenakan, speedboat putih tak beratap kami naiki, tiga duduk didepan, tiga ditengah dan tiga dibelakang, satu kapitan dan asisten paling belakang.

Semburat jingga senja, kekuningan memantul kelaut. Maghrib diambang. Dari beberapa pohon nyiur yang tersisa ingin berceloteh, berteriak padaku, ' Kamilah yang tersisa, yang tegar dan mampu membendung Tsunami..teteh! ' Aku menyaksikan semuanya, tanyalah kami !'. Aku mengangguk setuju.

Tentu kalau mereka mampu bicara, merekapun akan berlomba bertutur padaku. Diantara mereka ada satu yang miring dan merunduk sendu..sang pokok dan daunnya hampir terjurai kelaut.

Atau puing puing dermaga, jembatan beton, kawat, pipa besi, kayu, bambu, akar dan pokok yang tumbang terjungkal, lembar dan gulungan seng berkarat terhempas angin. Mereka tak ada daya, tak mampu melindungi pemiliknya mereka roboh oleh keKekariman Allah. Kuyakin mereka menangis, ingin bercerita sebagai saksi nyata tentang Tsunami yang dahsyat dan beringas.

Aku menoleh kebelakang...uhhh pilu hatiku, rata... tak tersisa, bongkah tanah menganga. Sungguh gundah. Lalu aku menenggak keatas bukit...hatiku tambah luluh, anak anak yang kutinggal, anak anak yang ratusan dari balita hingga remaja, menanti dan menggantung harapan pada kita kita. Kalau tidak mereka jadi ajang kejaran dan lahan pemurtadan.

Teriak dan pesan mereka tetap terekam dan kubawa pulang :'Bunda jangan pulang...bunda kembali lagi ya' lalu mereka melambaikan tangannya. Pantulan mata mereka meninggalkan banyak pesan dan makna.

Aku terhenyak. Motor perahu spit meraung, asap solar merebak, perahu melaju. Lhoong kami tinggalkan dengan penggalan kenangan mengiris namun manis.

Mentari senja kini menyelinap dibalik awan, masuk peraduan, kini tergantikan oleh rona rembulan - membututi kami. Kami terus meluncur dibawah terangnya si molek rembulan.


***


Perjalanan ini terlalu nekad dan penuh petualangan memang. Detik dan menit kuhitung - aku menunduk dan terdiam sambil menahan percikan keras bulir bulir air laut, kadang curahan hujan. Aku merunduk diam sambil berbisik dengan wiridan...

Ya Allah sebrangkan kami dengan kebesaranMu...

Tiba tiba sang motor terhenti, perahu berputar ditiup angin dan ombak Kami saling memandang dan tersenyum dikegelapan dan menghibur diri ' Bentar lagi kita nyampe di Lok Nga Ummi' kata bang Nash, huh hatipun merekah bahagia dan lega.

Sang sopir meraba dan menduga tepian pantai Lok Nga. Gelap pekat memang. Sesekali kami lihat dari kejauhan gundukan hitam lewat, entah flipper, kayu hanyut entah sang mayat....aku tetap terdiam. Sang mesin mulai melaju lagi..

Dari jauh tampak sebuah gedung dengan terangnya yang ribuan watt, 'Itu kapal Induk Perancis' kata mereka. 'Yang Amerika sudah pulang'. Betapa megahnya. Aku diam saja mendengarkan.

'Ahhh ini Lok Nga !', hati kami terasa lega. Kendati ini bukan pelabuhan sang perahu merapat ketepian lalu menambatkan tali pada kayu pepohonan kering yang ada. Kamipun loncat bersama ransel kami lalu mendaki bukit berpasir. Saat kami berada diatas....subhanallah sepertinya kami berada di padang pasir. Rata, gelap penuh puing puing besi, pipa dan pepohonan yang tumbang terjungkal malang dan melintang.

Lama kami menanti di pos TNI. Tak lama kijang bak menjemput kami...Saat kami tiba di pemondokan..Iin menyambut dan memelukku erat. 'Ya Allah teteh kau masih hidup...tiga hari kami mencarimu, tiga hari kau menghilang, kau balik, alhamdulillah'.

Sementara sayup lamat pesan mereka kerap dan tetap terngiang, 'Bunda jangan pulang, bunda janji kembali lagi ya..'

Banda Aceh, 17 Februari 2005


sumber : milis DT